Kajian Ahli Tafsir Kata pada Pidato Kontroversi Ahok di Kepulauan Seribu

Oleh: M. Arafat Imam G (*)
Sumber gambar: Google, http://www.goendonesia.com/Info-gambar-4-11-aksi-damai.html

PENDAHULUAN

Faktanya, pidato pak Ahok tidak berstruktur sehingga ambigu dan menimbulkan multi tafsir. Jadi wajar saja jika memicu kontroversi bagi pendengarnya, karena asumsinya adalah “beda otak, beda pemikiran”.

Hal inilah yang menjadi bahan pembelajaran (yang sangat-sangat berharga) bagi pejabat publik manapun agar menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan terstruktur dalam memberikan pernyataan apapun didalam ruang lingkup jabatannya. Demikian pula jika memilih untuk menggunakan bahasa daerah, harus sesuai kaidahnya.

Patut dicatat, bahwa pidato lisan seorang pejabat publik dapat direkam dan diabadikan menjadi dokumen kenegaraan. Apapun momennya, seperti sambutan pembukaan kegiatan cerdas cermat, sambutan pelantikan ketua dewan sembako dll menjadi dokumen kenegaraan minimal bagi instansinya sendiri.
***

Tulisan saya ini dibuat setelah melihat berbagai media pemberitaan dan media sosial tentang unjuk rasa Aksi Damai Bela Islam pada hari Jumat tanggal 4 November 2016 (selanjutnya akan saya singkat sebagai Aksi 4-11), dimana saya pribadi merasa terharu manakala ratus ribuan masyarakat (atau jutaan?, waallahualam) dari berbagai elemen berbondong-bodong turun ke jalan ‘blusukan’ guna menemui bapak Jokowi selaku Presiden Indonesia dalam hajat memohon agar kasus kontroversi pidato pak Ahok di Kepulauan Seribu diproses secara hukum.

Terlebih karena aksi ini turut dihadiri oleh salah satu ulama yang sudah saya anggap sebagai salah satu guru terbaik saya, yaitu ustad Aa Gym.

Sebelumnya saya juga sempat membaca pernyataan dari guru saya lainnya, yaitu pak Dien Syamsuddin, dari sumber @IniKataDin, yang menyampaikan,
“Apa yang dikatakan Ahok adalah penistaan nyata dan dapat mengganggu kerukunan bangsa. Wajar kalau umat Islam yang beriman kepada Al Quran marah dan protes. Tetapi kekerasan tidak usah dibalas kekerasan. Lebih baik digugat lewat jalur hukum…”
Melihat aksi seperti ini sebenarnya memberikan kita banyak pelajaran berharga dalam proses berdemokrasi, jadi jangan dinilai dari variabel agama karena beda agama, variabel suku karena beda suku atau variabel politik karena konteks politik menjelang Pilkada-nya, melainkan tanggung jawab dari Pernyataan/Pidato seorang pejabat publik yang dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai penistaan ayat kitab suci salah satu agama yaitu Islam.

Terlebih pada saat itu, ia menggunakan pakaian dinas dan pada ruang lingkupnya dalam berdinas.
***

Sesuai pengalaman saya sebagai penulis beberapa buku, novel dan artikel majalah yang sudah mulai saya rintis sejak tahun 2009. Saya berusaha mencoba menafsirkan pidato pak Ahok dengan menggunakan struktur kalimat yang biasanya menjadi kerangka pikir dari alur proses cerita novel yang dapat mengungkap ide/gagasan si tokoh.

Kajian ini akan saya persempit ruang lingkupnya, yaitu hanya khusus membahas analisis struktur kata pada kutipan pidato pak Ahok yang dipermasalahkan. Jadi, sekali lagi, jika terdapat komentar pembaca selain perihal itu, seperti variabel agama, suku, politik, atau perihal pak Ahok sudah meminta maaf, maka saya tidak membahas hal itu.

Menyikapi pidato Presiden RI pada sabtu pagi hari paska aksi 4-11 yang menyatakan bahwa proses hukum akan dilakukan oleh Kepolisian RI dengan salah satunya memanggil saksi ahli bahasa, maka setidaknya tulisan saya ini turut dapat menjadi bahan referensi yang dapat turut dikaji. Meskipun tulisan ini bukan kajian bahasa secara holistik.

PEMBAHASAN

Struktur Kutipan Pidato pak Ahok:

Berikut adalah hasil ketikan/transkrip pidato pak Ahok (hasil pendengaran pribadi/bukan copas dari media lain) yang kemudian saya jadikan sebuah struktur kalimatnya.

Asumsinya adalah pada kata ‘Jadi’ menjadi sebuah paragraf baru yang menyatakan adanya ide/gagasan baru si tokoh.
Paragraf 1: Jadi bapak ibu nggak usah kuatir, ini pemilihan kan dimajuin, jadi kalau saya tidak terpilihpun, Bapak Ibu, saya berhentinyapun Oktober 2017,
Paragraf 2: Jadi kalau program ini kita jalankan dengan baikpun, Bapak Ibu masih sempat panen sama saya, sekalipun saya tidak terpilih jadi gubernur,
Paragraf 3: Jadi saya ingin ceritanya supaya Bapak Ibu semangat, jadi ngga usah pikiran, ah nanti kalau nggak terpilih, pasti, Ahok programnya bubar, nggak, saya sampai Oktober 2017,
Paragraf 4: Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil Bapak Ibu, nggak bisa pilih saya, ya kan dibohongi pake surat Al-Maidah 51 macem-macem itu, itu hak Bapak-Ibu, ya,
Paragraf 5: Jadi kalau Bapak Ibu merasa, nggak bisa milih nih, karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya, gapapa, nah inikan panggilan pribadi Bapak Ibu, program ini jalan saja,
Paragraf 6: Jadi Bapak Ibu nggak usah merasa nggak enak, dalam nuraninya nggak bisa milih Ahok, nggak suka sama Ahok, tapi programnya, gue kalau terima, gue nggak enak dong, sama aja utang budi, jangan, bapak ibu punya perasaan nggak enak, nanti mati pelan-pelan loh kena stroke”
Keterangan:
  • Tanda koma (,) digunakan karena pak Ahok memberi jeda pada pidatonya;
  • Kata di bold adalah kata inti dari pernyataan kontroversi;
  • Kata di underline adalah kata yang mengarah pada alih tujuan membahas Pilkada Gubernur 2017.

Langkah-Langkah Menafsirkan Pidato pak Ahok:

Pertama, Kajian Tujuan/Motif

Alasan mengapa perlu dikaji:

Karena setiap adanya aksi, seseorang pasti memiliki tujuan/motif. Bahkan dalam kasus ketidak sengajaanpun, seseorang pasti melakukannya dalam rangka menuju tujuan/motifnya.

Contoh tujuan sederhana: Budi dari kantor hendak pulang ke rumah menggunakan media mobil.

Jika dalam perjalanannya Budi tidak sengaja menyerempet sebuah gerobak PKL, maka Budi melakukannya dalam rangka tujuan pulang ke rumah.

Kajiannya:

Diawal, tujuan pidato pak Ahok adalah menyampaikan perihal ‘meyakinkan masyarakat di Kepulauan Seribu pada konsistensi program instansinya’. Ruang lingkupnya adalah sebagai Gubernur DKI. Transkrip pidato tidak saya tampilkan, namun pembaca dapat mendengarnya sendiri dari video.

Lalu, dikarenakan program tersebut melewati momen pilkada Gubernur DKI Jakarta pada awal tahun 2017, maka pada pembicaraan itu terdapat pengalihan tujuan yang dilakukan oleh pak Ahok.

Patut dicatat, pada pengalihan itu saya cermati terdapat kontras yang cukup tinggi dari tujuan awalnya.

Mengapa kontrasnya tinggi?

Karena timbulnya kata ‘milih’ dan ‘terpilih’ pada setiap paragrafnya yang memiliki ruang lingkup pak Ahok sebagai calon gubernur pada Pilkada DKI tahun 2017. Meskipun dalam penyambungan alih tujuan diucapkan secara samar-samar dengan seiring penyampaian program instansi, tapi tujuannya jelas terlihat dialihkan.

Nah pada pengalihan tujuan inilah kemudian muncul menjadi kontroversi dengan multi tafsir antar katanya.
Pendapat saya, alih tujuan ini mengarah pada tujuan pak Ahok sebagai calon gubernur pada Pilkada DKI tahun 2017 yang bersifat ajakan untuk memilih dirinya. Karena setiap kalimatnya menjadikan dirinya dan pendengar sebagai subyek dan obyek secara bergantian dan kental dengan kata ‘milih’ atau ‘terpilih’.
Jika tafsir tujuan ini benar, ada kemungkinan kecil pak Ahok mengatakan surat Al-Maidah 51 sebagai sebuah kata ketidaksengajaan/blunder dalam menuju tujuannya itu. Meskipun tidak sengaja langkah tafsir ini belum selesai.

Kemungkinan tafsir tujuan lain:

a. Tujuan candaan yang berguna seperti teknik ice breaking yang digunakan pada topik pembicaraan yang serius/berat
Tapi kemungkinan ini jelas buruk/tidak beretika, karena ajaran agama bukan sebagai bahan candaan.

b. Tujuan penyampaian unek-unek pribadi/curhatan pak Ahok terhadap masalah yang ia kerap dapatkan
Saya pribadi kurang setuju pada tujuan ini, karena seperti pada paragraf 4, 5 dan 6 membahas tentang hati nurani si Bapak Ibu, jadi sudah masuk pada aksi dari tujuan ‘ajakan’ bukan curhatan.

c. Kemungkinan tujuan lainnya
Silahkan pembaca memberi masukan lain pada kolom komentar dibawah. Jika menurut saya sesuai konteksnya, akan saya tambahkan di poin ini berserta sumber pemberi komentarnya.

Kedua, Kajian Penggunaan Media Komunikasi Berupa Ucapan Lisan (Pernyataan)

Alasan mengapa perlu dikaji:

Karena ucapan lisan adalah media komunikasi antara dua orang atau lebih. Sama seperti media visualisasi (berupa gambar dan huruf tulisan), media komunikasi dapat menghasilkan efek sebab-akibat. Akibat dari ucapan dapat berupa apapun, termasuk rasa sakit hati bagi pendengarnya.

Jika sebuah monolog berisi pernyataan yang tidak runtun, maka umumnya pendengar mengambil beberapa kata kunci pada kalimatnya dan membuat asosiasi pemahamannya sendiri.

Kajiannya:

Melanjutkan langkah kajian 1 diatas, berikut ada beberapa kajian tafsir per-‘pernyataan’ yang dapat saya cermati. Karena pak Ahok berbicara monolog dan dengan tidak menggunakan struktur baku, saya mencoba memahaminya dengan menggunakan beberapa potongan kata kunci yang dihadirkan olehnya:

Tafsir Pernyataan 1:

Kunci kata pada tafsir ini:
Paragraf 4: Jangan percaya sama orang, hati kecil Bapak Ibu, nggak bisa pilih saya, dibohongi pake surat Al-Maidah 51 macem-macem itu;
Paragraf 5: Nggak bisa milih, takut masuk  neraka, dibodohi;
Tafsirnya: “Pak Ahok mengajak para pendengar (Bapak Ibu) untuk jangan percaya pada orang yang membohongi/membodohi hati kecil pendengar (sebagai calon pemilih) dengan pake dalil surat Al-Maidah 51 macem-macem untuk tidak memilih pak Ahok dengan ancaman masuk neraka”.
Tafsir ini secara semu menyiratkan bahwa orang yang menggunakan dalil surat Al-Maidah 51 macem-macem sehingga masuk neraka adalah berbohong/membodohi. Artinya secara semu bisa masuk menjadi penistaan agama.

Tafsir pernyataan 2:

Kunci kata pada tafsir ini:
Paragraf 4: Dalam hati kecil Bapak Ibu, nggak bisa pilih saya, dibohongi pake surat Al-Maidah 51 macem-macem itu;
Paragraf 5: Nggak bisa milih, takut masuk neraka, dibodohi;
Tafsirnya: “Hati kecil pendengar (Bapak Ibu) dibohongi/dibodohi pake surat Al-Maidah 51 macem-macem itu sehingga tidak bisa memilih pak Ahok karena takut masuk neraka”.
Kata kunci pada tafsir ini memang lebih ringkas dari tafsir pertama, tapi tafsir inipun sebenarnya sah-sah saja, karena jika pendengar tidak jelas strukturnya, mereka mungkin tidak sadar dengan kata kunci ‘jangan percaya sama orang’ yang terletak diawal pembicaraan.

Jika pada tafsir pertama adalah semu, maka tafsir kedua ini jelas masuk pada penistaan agama.

Tafsir pernyataan 3:

Silahkan pembaca memberi masukan lain pada kolom komentar dibawah. Jika menurut saya sesuai konteksnya, akan saya tambahkan di poin ini berserta sumber pemberi komentarnya.

Ketiga, Kajian Penggunaan Media Komunikasi Berupa Ucapan Lisan (Perkata)

Alasan mengapa perlu dikaji:

Kalimat disusun oleh beberapa kata yang runtun sehingga menjadi bahasa yang dapat dimengerti. Artinya jika katanya tidak runtun, maka akan ada multi tafsir sehingga tujuan dari komunikasi tidak tercapai. Tafsir perkata dibutuhkan untuk memahami detail maksud tiap kata kunci dari kalimat tidak runtun itu sehingga tujuan komunikasi bisa tercapai.

Kajiannya:

Setelah langkah pertama dan kedua, berikut ini adalah kajian pada tahap paling kecil, yaitu tafsir per-kata yang menjadi kata kunci utama ambigu.

1. Kata Dibohongi/Dibodohi:

Kata ‘di-bohong-i’ pada paragraf 4 dan ‘di-bodoh-i’ pada paragraf ke 5 memiliki kesamaan tafsir/makna. Tafsir kata itu bisa berarti:
a. Bohong pada konten asli.
Dalam konteks ini berarti: Konten pada Al Maidah 51 berbohong (masuk pada penistaan agama);

b. Bohong pada tafsir konten asli.
Dalam konteks ini berarti: Seseorang menggunakan konten Al Maidah 51 lalu berbohong pada tafsirannya (semu penistaan agama, tapi jika nyatanya Al Maidah 51 bersifat tegas dan tidak menimbulkan multi tafsir, artinya menyatakan hal ini juga menyiratkan sebuah penistaan agama);

c. Bohong pada cara penyampaiannya secara umum.
Dalam konteks ini berarti: Seseorang menyampaikan Al Maidah 51 secara berbohong untuk membodohi orang lain (mungkin salah satu kutipan ayatnya dihilangkan atau ditambahkan olehnya), tapi jika dikaitkan dengan pernyataan di langkah kedua diatas, kemungkinan ini sangat kecil, karena pak Ahok sudah benar mengkaitkannya dengan kata ‘milih’ dan ‘takut masuk neraka’ yang lebih tepat pada kemungkinan poin 1 dan 2 diatas.

2. Kata Macem-Macem:

Kata ‘macem-macem’ pada paragraf 4, tafsir kata itu bisa berarti:
a. Surat atau ayat lain dalam Al-Quran selain Al-Maidah 51 (masuk pada penistaan agama);
b. Apapun variabel selain surat Al-Maidah 51, seperti contoh membahas suku, agama, politik, kinerja program dll.

KESIMPULAN:

Pada pidato pak Ahok ini, mulai menjadi kontroversi sejak terjadinya alih tujuan dari tujuan awal ‘meyakinkan masyarakat di Kepulauan Seribu pada konsistensi program instansinya’.

Alih tujuan itu memiliki beberapa kemungkinan tujuan lain, karena ambigu, para pendengar menjadi multi tafsir tentang alih tujuan itu.

Jikapun terdapat blunder pada penyebutan Al-Maidah 51, pak Ahok tetap harus dapat mempertanggung-jawabkannya didalam proses hukumnya.

Begitu pula juga dengan kajian ucapan lisan pak Ahok, dikarenakan pidatonya tidak terstruktur, maka selain pernyataan lugas, dibutuhkan tafsir perkata kunci khususnya pada kata ‘dibohongi/dibodohi’ dan ‘macem-macem’.

Berdasarkan ketiga langkah yang saya jelaskan pada bab pembahasan, tedapat beberapa konten yang kemungkinan menjadi dasar penistaan agama.

Cara menentukan kemungkinan tersebut juga harus turut memperhatikan gestur tubuh, ekspresi, intonasi, dan variabel lain diluar bahasa seperti tafsir pada  Al Maidah 51 dll.

Jadi saya tidak bisa memberikan kesimpulan lebih daripada ini.

INTERMEZZO DARI PENULIS:

Membahas hal ini menjadi sebuah ketertarikan pribadi bagi saya.

Mengapa?

Karena masalah ini memiliki beberapa kemiripan plot cerita dengan novel yang saya tulis dan terbitkan pada tahun yang sama, tahun 2016.

Pada plot cerita novel saya, berawal dari sebuah puisi (yang memuat konten kontroversi) dibacakan oleh seorang pujangga ektrimis melalui berbagai media massa sehingga mengakibatkan timbul gerakan yang melibatkan ratus ribuan orang yang putus asa pada pemerintahan turun di jalanan ibu kota.

Gerakan itu kemudian menjadi bibit dari sebuah bencana sosial yang akibatnya lebih berbahaya dari bencana alam.

Meskipun itu hanya plot cerita novel fiksi bergenre thriller action (jika menggunakan senjata biologis seperti plot cerita zombie), tapi beberapa nilai yang terkandung didalamnya relevan dengan masalah seperti ini.

Jadi saran saya bagi pemerintah adalah “Jangan menyepelekan masalah yang menjadi dasar isu nasional adanya aksi 4-11 yang dilakukan oleh ratus ribuan masyarakat di Ibukota dan pada beberapa daerah lain pada tanggal 4 November 2016”.

Karena prediksi amatir saya mengatakan bahwa masalah yang menimbulkan Aksi 4-11 seperti ini tidak akan mudah menguap di masyarakat dari zaman ke zaman, waallahualam.

NB: Tulisan saya ini tidak ditunggangi/disponsori oleh pihak partai politik manapun. Saya juga tidak percaya tokoh seperti Aa Gym atau Dien Syamsudin-pun demikian. Agar menjadi maklum.
***

(*) Saat artikel ini ditulis pada bulan November 2016, penulis adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), penulis 4 buku pengembangan diri/motivasi, 3 seri novel misteri berjudul 'Keepo' dan mahasiswa magister manajemen keuangan negara pada STIA-LAN Jakarta.
Pada dunia kepenulisan ia dikenal juga dengan nama pena Kim-Ara 김 아라.
“Menulis untuk menyebarkan kebaikan, menabur optimisme sebagai bagian dari pendidikan bagi anak bangsa”
Kajian Ahli Tafsir Kata pada Pidato Kontroversi Ahok di Kepulauan Seribu Kajian Ahli Tafsir Kata pada Pidato Kontroversi Ahok di Kepulauan Seribu Reviewed by Santana Primaraya on 1:16:00 AM Rating: 5

7 comments:

  1. Analisa yang sungguh luar biasa bang Arafat, semoga dapat menjadi referensi pada proses hukum Ahok

    ReplyDelete
  2. Artikel bagus, fokus pada satu kajian struktur kata sehingga lebih obyektif. Karena artikel yang beredar dimedia massa dan sosial media saat ini lebih banyak mencampur adukan berbagai variabel untuk mendukung pernyataan yang membela atau menyerang Ahok tanpa mendalami masing-masing variabelnya.

    ReplyDelete
  3. Good, Arafat cocok jadi salah satu saksi ahli bahasanya nih!

    ReplyDelete
  4. Artikel bagus, terima kasih sudah turut memberikan analisisnya pak

    ReplyDelete
  5. Mantaaap, menggunakan keahlian dan pengalamannya untuk membela agama. Pemuda yang luar biasa!

    ReplyDelete
  6. Saya suka! Setelah baca banyak artikel orang lain, setelah baca ini, bahasanya lebih halus dan tanpa unsur provokatif, novelis Kim-Ara ini memang berbakat

    ReplyDelete
  7. Semoga proses hukum berjalan adil dan tanpa gontok-gontokan, mari menjadi bangsa yang dewasa dan besar!

    ReplyDelete

Powered by Blogger.